Kabar  

Punya Beban Berat, Generasi Sandwich Perlu Dukungan Penuh

KABARINDAH.COM, Bandung – Dosen program studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Bandung Hendriyana mengatakan bahwa fenomena generasi sandwich bukanlah beban. Namun, amanah dan ladang pahala yang harus dijalankan dengan ikhlas, sabar, dan perencanaan yang bijak.

Pernyataan ini disampaikannya dalam kajian Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat beberapa waktu lalu. GSM kali ini membahas dinamika sosial dan spiritual generasi produktif yang menanggung dua generasi sekaligus: orang tua lansia dan anak-anak yang masih membutuhkan dukungan penuh.

Dalam kajian tersebut, Hendriyana menjelaskan bahwa istilah generasi sandwich merujuk pada individu berusia produktif. Umumnya antara 25 hingga 45 tahun. Mereka harus memenuhi kebutuhan hidup orang tua sekaligus anak-anak.

Kondisi ini kerap kali membuat para anggota generasi sandwich menunda pencapaian tujuan keuangan pribadi mereka. Bukan hanya itu, mereka juga menghadapi tekanan finansial yang besar, kelelahan mental, dan potensi konflik keluarga yang kompleks.

Baca Juga:  Muhammadiyah Dorong Kolaborasi Lintas Sektor Atasi Krisis Pangan Nasional

Permasalahan yang dihadapi oleh generasi ini, menurut Hendriyana, tidak hanya bersumber dari beban ekonomi semata. Minimnya literasi keuangan, tingginya biaya pendidikan dan kesehatan, lemahnya jaminan sosial, dan norma-norma sosial yang tidak selalu sesuai konteks menjadi faktor penyumbang utama.

”Dalam konteks masyarakat Indonesia, kondisi ini semakin menantang karena belum adanya sistem yang kuat untuk mendukung para lansia secara mandiri,” ujarnya.

Namun, Hendriyana menekankan bahwa di balik semua tantangan tersebut, terdapat potensi besar bagi setiap individu untuk menjadikan peran mereka sebagai jalan meraih keberkahan. Salah satu kunci yang ditawarkan adalah perencanaan keuangan yang matang.

Termasuk menyusun anggaran keluarga, mencatat pengeluaran, dan mengomunikasikan kondisi keuangan secara terbuka dalam keluarga. Pendekatan ini juga sebaiknya didukung dengan pemanfaatan teknologi agar pengelolaan waktu dan energi menjadi lebih efisien.

Dalam perspektif spiritual, Hendriyana menyampaikan bahwa merawat orang tua dan mendidik anak-anak adalah bagian dari ibadah yang sangat mulia dalam Islam. Oleh karena itu, generasi sandwich diajak untuk menanamkan niat lillahi ta’ala dalam menjalani perannya.

Baca Juga:  Menguatkan Ekonomi Desa Melalui Koperasi

Membaca Al-Quran, menjaga salat, dan terus memperkuat hubungan dengan Allah adalah bekal utama untuk menjaga ketenangan jiwa di tengah tuntutan hidup yang tidak mudah.

Tidak hanya fokus pada orang tua, generasi sandwich memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak menjadi pribadi yang mandiri, baik secara finansial maupun emosional.

Hendriyana mendorong agar anak-anak sejak dini dilibatkan dalam diskusi prioritas kebutuhan, agar mereka tumbuh dengan kesadaran hidup yang realistis dan bertanggung jawab. Hal ini juga akan mengurangi siklus beban antar generasi di masa depan.

Lebih lanjut, dia juga menyoroti pentingnya dukungan dari lingkungan sekitar, termasuk pasangan dan anggota keluarga lainnya. Tanggung jawab tidak harus dipikul sendirian karena musyawarah dan kerja sama keluarga dapat meringankan beban sekaligus mempererat hubungan.

Baca Juga:  Dakwah Yang Kekal Meski Terbatas Ekonomi, PCM Rancah Dipimpin Perempuan Tangguh Terus Berkarya

Selain itu, pemerintah juga diharapkan turut hadir dalam menciptakan kebijakan yang berpihak pada generasi sandwich, melalui program pensiun, subsidi pendidikan, serta akses layanan kesehatan yang merata.

Kajian yang dibawakan Hendriyana ini menjadi refleksi penting bahwa generasi sandwich bukanlah generasi yang terjepit, melainkan generasi yang memiliki kesempatan besar untuk berkontribusi, mencintai, dan menjadi pribadi yang kuat secara finansial dan spiritual.

Dengan pendekatan yang holistik—menggabungkan kecakapan manajerial dan nilai-nilai keimanan—generasi ini tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga tumbuh menjadi pelita bagi keluarga dan masyarakat.