Bisnis  

Akademisi UM Bandung: Demam Kripto Bisa Picu Kecanduan dan Krisis Mental Anak Muda

KABARINDAH.COM, Bandung — Akademisi dari Prodi Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Bandung Yudi Haryadi SE MM mengupas fenomena demam investasi cryptocurrency (kripto) yang marak di kalangan anak muda dalam kajian Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat belum lama ini.

Ia menyoroti bahwa antusiasme terhadap kripto kerap berubah menjadi kecanduan yang menimbulkan dampak psikologis, sosial, bahkan ekonomi yang serius.

Dalam paparannya, Yudi menjelaskan bahwa kripto, dengan pasar yang aktif 24 jam dan fluktuasi ekstrem, dapat menimbulkan sensasi adiktif mirip judi online dan game digital.

Anak muda yang awalnya berniat berinvestasi justru terjebak dalam perilaku spekulatif karena minimnya literasi keuangan dan syariah.

Hal ini diperparah oleh pengaruh media sosial dan fenomena fear of missing out (FOMO) yang mendorong mereka ikut tren tanpa pemahaman.

Baca Juga:  HIMAPSI UM Bandung Gelar Askallos, Soroti Pentingnya Kesehatan Mental dalam Pendidikan

Ia mengungkapkan bahwa kecanduan kripto berdampak negatif pada kesehatan mental, seperti stres, gangguan tidur, depresi, dan bahkan keretakan hubungan sosial.

Banyak kasus mahasiswa dan pekerja muda mengalami kerugian besar, bahkan berutang hingga ratusan juta rupiah karena ingin cepat kaya melalui kripto.

”Budaya konsumtif dan hedonisme menjadi latar subur dari fenomena ini,” jelasnya.

Yudi juga mengingatkan bahwa menurut perspektif Islam, kripto sebagai mata uang dinilai haram karena mengandung unsur gharar (ketidakjelasan), maisir (judi), dan spekulasi tinggi.

Namun, jika kripto memenuhi syarat sebagai komoditi yang jelas dan tidak mengandung unsur haram, penggunaannya dapat diperbolehkan.

Oleh karena itu, peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi sangat penting demi melindungi masyarakat.

Lebih lanjut, Yudi menekankan pentingnya pendidikan literasi keuangan sejak usia dini. Anak-anak harus diajarkan tidak hanya sebagai penerima uang, tetapi juga sebagai pengelola yang bijak.

Baca Juga:  Diskusi Digital di UM Bandung Hadirkan Narasumber Guru Besar IPB

”Pendidikan finansial tidak cukup diberikan saat dewasa, harus dimulai sejak kecil, agar terbentuk sikap tanggung jawab dan kesadaran terhadap nilai uang,” ujarnya.

Peran keluarga, lanjut Yudi, menjadi benteng utama dalam mencegah anak muda terjerumus dalam investasi bodong.

Orang tua dituntut hadir secara psikologis dan spiritual, membimbing anak memahami konsep harta sebagai amanah dari Allah, bukan alat untuk pamer atau ajang gengsi.

Dengan pondasi keimanan yang kuat, anak muda bisa lebih tahan terhadap godaan kekayaan instan.

Dalam konteks dakwah dan pendidikan, Yudi menyerukan perlunya kolaborasi antara keluarga, lembaga pendidikan, pemerintah, dan ulama untuk membentuk generasi yang cakap digital sekaligus kuat secara spiritual.

Baca Juga:  HERE Technologies Besut DANA Dukung Layanan Keuangan Inklusif

”Teknologi boleh canggih, tapi harus diimbangi dengan akhlak. Cuannya boleh besar, tapi harus halal dan membawa keberkahan,” tegasnya.

Ia menutup ceramah dengan ajakan agar generasi muda memandang harta sebagai alat kebaikan, bukan sumber kesombongan.

”Islam mengajarkan kehati-hatian dan keberkahan dalam setiap transaksi. Investasi dan teknologi modern pun harus dituntun oleh nilai-nilai keadilan, tanggung jawab, dan spiritualitas,” pungkasnya.***(FA)