KABARINDAH.COM, Sukabumi–Sejumlah mahasiswa STIMIK Al-Fath Sukabumi mempertanyakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah yang hingga kini belum jelas. Hal ini dinilai berdampak pada proses perkuliahan para mahasiswa.
Masalah ini disampaikan saat sejumlah perwakilan mahasiswa STMIK AL-Fath Sukabumi menyambangi gedung DPRD Kota Sukabumi pada Kamis 11 Desember 2025 lalu. Mereka menyampaikan mengenai krisis tata kelola dan pelanggaran hak pendidikan mahasiswa STIMIK Al-Fath Sukabumi.
” Kami, mahasiswa STIMIK Al-Fath Sukabumi, menyampaikan terkait berbagai permasalahan serius yang terjadi dalam pengelolaan kampus dan pelayanan akademik,” ujar salah seorang perwakilan mahasiswa STIMIK Al Fath Sukabumi, Arief Hidayatullah. Permasalahan ini telah berdampak langsung terhadap hak-hak sebagai mahasiswa dan mengancam keberlangsungan pendidikan di lingkungan STIMIK Al-Fath.
Menurut Arief, hal ini bermula dari data mahasiswa yang tidak muncul di PDDIKTI (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi-red). Selain itu kurangnya transparansi kampus terhadap mahasiswa dalam hal administrasi dan keputusan akademik.
Permasalahan itu kata Arief berdampak langsung terhadap legalitas status mahasiswa, terutama karena data PDDIKTI. Terutama, pada hak mendapatkan bantuan pendidikan (KIP), yang seharusnya diterima penuh oleh mahasiswa dan proses akademik lainnya seperti penundaan wisuda, sidang, dan kuliah.
” Kami meminta kampus segera memperbaiki dan menampilkan data mahasiswa di PDDIKTI tanpa penundaan,” cetus Arief. Selain itu membuka transparansi informasi kepada mahasiswa, terutama terkait administrasi akademik.
Berikutnya, melakukan audit independen terhadap dana KIP tahun 2020–2023 dan
mengembalikan hak mahasiswa. Mahasiswa juga memyampaikan kronologi kasus bantuan KIP di STIMIK AL-Fath.
1. Semester 1
Pada saat pencairan bantuan KIP, seluruh mahasiswa pemegang kartu KIP didampingi oleh pengurus kampus ke bank. Hampir seluruh uang yang dicairkan kemudian diberikan ke pihak kampus dengan alasan untuk membayar kebutuhan kampus sampai wisuda. Mahasiswa hanya menerima Rp 50.000 untuk biaya transportasi (ongkos pulang-pergi).
2. Semester 2
Seluruh uang hasil pencairan KIP diserahkan langsung ke kampus tanpa dirasakan mahasiswa.
3. Semester 3
Setelah mahasiswa melakukan protes dan gerakan, akhirnya mahasiswa dapat menikmati haknya meskipun hanya sebesar Rp 1.000.000.
Di sisi lain, Ketua STIMIK Al Fath Rudi Ripandi belum memberikan keterangan terkait kasus tersebut.
