KABARINDAH.COM, Bandung — Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung menggelar kuliah umum bertema “Dakwah Rahmatan Lil Alamin di Era Disrupsi Digital” di Aula Utara lantai 4 Gedung Pascasarjana pada Selasa (18/11/2025).
Kegiatan ini merupakan kolaborasi akademik antara Program Studi Magister Bimbingan Konseling Islam (BKI) dan Magister Komunikasi Penyiaran Islam (KPI).
Acara tersebut diikuti 184 peserta, terdiri atas 100 mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Humas, 23 mahasiswa Magister BKI, dan 61 mahasiswa Magister KPI.
Antusiasme para peserta mencerminkan tingginya minat sivitas akademika dalam memperkuat pemahaman dakwah di tengah perkembangan digital yang semakin pesat.
Dalam sambutannya, Dindin Solahudin, yang mewakili Direktur Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, menegaskan bahwa BKI dan KPI memiliki akar epistemologis yang sama, yakni ilmu dakwah.
Oleh karena itu, kedua program studi perlu terus memahami dan mengembangkan hakikat ilmu dakwah secara sinergis. “Kita ingin menegaskan bahwa pangkal kita semua adalah ilmu dakwah. BKI dan KPI itu basisnya ilmu dakwah,” ujarnya.
Dindin menjelaskan bahwa era disrupsi digital menuntut para akademisi untuk memahami dakwah secara lebih komprehensif.
“Dakwah tidak lagi terbatas pada ceramah lisan, tetapi juga meliputi komunikasi publik, konseling, strategi penyiaran, hingga pengelolaan media digital,” tandas Dindin.
Ketua Prodi Magister KPI Lilis Satriah menambahkan bahwa kuliah umum ini menjadi momentum penting untuk mempertegas posisi ilmu dakwah sebagai induk keilmuan yang menopang BKI dan KPI.
Menurutnya, arus informasi yang deras dan disrupsi digital menuntut mahasiswa untuk kembali pada nilai-nilai dakwah rahmatan lil alamin. Lilis menegaskan bahwa komunikasi, bimbingan, penyiaran, dan pendidikan juga termasuk bagian dari dakwah.
Kuliah umum menghadirkan dua narasumber utama: Nasichah Asy’ari dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Syukriadi Sambas yang merupakan pakar ilmu dakwah dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Keduanya memaparkan arah transformasi dakwah di era digital tanpa meninggalkan prinsip dasar keislaman.
Dalam penyampaiannya, Nasichah menekankan pentingnya mengusung dakwah rahmatan lil alamin yang bersifat penuh kasih sayang, humanis, dan adaptif.
Ia juga memaparkan sepuluh prinsip utama dakwah universal seperti menjaga martabat manusia, menyampaikan dengan hikmah, dan mengajak tanpa paksaan.
Ia menilai disrupsi digital membawa perubahan besar yang menuntut dai dan akademisi untuk adaptif dalam memanfaatkan teknologi, tanpa mengorbankan nilai spiritual dan kemanusiaan.
Sementara itu, Syukriadi Sambas mengulas dakwah dari perspektif filosofis dan spiritual. Ia menyoroti pentingnya hubungan seorang dai dengan ilham rahmani, sinyal kebaikan yang membimbing manusia menuju kebenaran.
Dalam konteks pendidikan dakwah, ia menekankan perlunya integrasi spiritualitas dalam kurikulum Magister BKI. “Al-Quran merupakan kitab dakwah sekaligus gerakan dakwah. Prinsip-prinsip dakwah qurani tidak boleh diabaikan meski konteks sosial berubah,” tegasnya.
Acara ditutup dengan sesi tanya jawab interaktif. Para mahasiswa dari berbagai program studi antusias mengajukan pertanyaan terkait tantangan dakwah digital, etika penggunaan media, dan peran generasi muda dalam membangun dakwah moderat di dunia maya.
Peserta berharap kegiatan serupa dapat terus digelar secara berkala sebagai upaya memperkuat keilmuan dakwah dan memperluas kontribusi kampus dalam menghadirkan dakwah yang ramah, moderat, dan relevan dengan perkembangan zaman.***
