Cara Muhammadiyah Tanggulangi Persoalan Bangsa

KABARINDAH.COM — Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan bahwa berbagai persoalan kebangsaan yang terjadi belakangan ini rupanya baru sebatas hilir, hulunya berasal dari kebijakan pemerintah yang ikut mempengaruhi hal tersebut.

Melihat kondisi negeri saat ini, tentu saja Abdul Mu’ti setuju jika Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Hal tersebut disebabkan oleh pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak yang sistemik dan fundamental serta global.

Menurutnya, dampak pandemi juga menunjukkan betapa manusia hidup dalam terkoneksi satu sama lain dan saling bergantung antara satu dengan lainnya.

“Kita hidup dalam tatanan dunia di mana saling bergantung dengan yang lain. Oleh karena itulah, tidak ada hal yang bisa kita lakukan kecuali saling memperkuat satu dengan yang lain,” jelasnya seperti dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Selasa (08/03/2022) siang.

Lalu, ketika melihat berbagai persoalan tersebut, tentunya tidak berdiri sendiri. Mu’ti melihatnya dengan sudut pandang objektif. Artinya masalah yang sedang terjadi saat ini merupakan hilir dari persoalan yang lebih substantif atau mendasar.

Salah satu contohnya kelangkaan minyak goreng adalah dampak dari sebuah kebijakan besar yang selama ini tidak bisa dikontrol oleh pemerintah. Alhasil, terjadilah kepanikan sosial di masyarakat dan kekhawatiran tidak mendapatkan minyak goreng menjadi sebuah masalah serius.

Baca Juga:  Lantik Tiga Wakil Rektor, UM Bandung Fokus pada Transformasi Menuju Islamic Technopreneurial University

Adapun hulu dari masalah tersebut bisa dilihat dari kebijakan pemerintah mengenai industri minyak goreng. Tidak hanya masalah minyak goreng, tetapi harga kebutuhan pokok lainnya akan mengalami kenaikan dan dikhawatirkan bisa berdampak pada sektor lain.

Penundaan pemilu

Terkait rencana penundaan pemilu, Mu’ti menyebut hal itu tidak diperlukan. Menurutnya, jika argumen yang mendasari penundaan pemilu berkaitan dengan ekonomi, pemerintah telah menyatakan bahwa ekonomi negeri sudah mulai membaik dan tumbuh.

Kemudian soal argumen bencana, Mu’ti menilai bahwa tidak ada yang bisa memprediksi datangnya bencana karena kebetulan Indonesia juga berada di kawasan ring of fire. Beberapa argumen pendukung penundaan pemilu yang lain juga bisa dipatahkan. Contohnya perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19.

“Akan menjadi masalah tersendiri jika pemilu ditunda, seperti yang dijelaskan oleh beberapa analis, berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan presiden, kabinet, DPR, DPD, DPRD, dan berbagai jabatan lainnya,” ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Baca Juga:  Pertama di PTKIN, UIN Bandung Terintegrasi dengan JDIH Nasional

Berbagai persoalan yang terjadi di Indonesia, tentunya masyarakat tidak bisa mengkapitalisasi persoalan tanpa melihat secara objektif sisi-sisi yang juga merupakan capaian pemerintah. Jika sesuatu dilihat aspek kekurangannya saja, akan timbul pesimistis melihat masa depan Indonesia.

Sementara jika sesuatu hanya dilihat sisi positifnya, akan timbul rasa terlalu percaya diri melihat masa depan, padahal sebelumnya ada banyak sekali masalah yang harus diselesaikan.

Maka dari itu, Mu’ti menekankan agar melihat persoalan dengan outlook yang objektif, yakni mampu melihat keberhasilan sekaligus tidak menutupi kekurangannya. Keberhasilan yang sudah dicapai harus ditingkatkan dan kekurangannya harus diperbaiki dan disempurnakan.

Itulah ciri khas gerakan Muhammadiyah, yakni tidak menjadi korektif-reaktif, yakni melihat sisi kekurangannya lalu bereaksi tanpa solusi atau jalan keluar.

Muhammadiyah sesuai dengan khittah atau kepribadiannya menjadi organisasi yang terhadap pemerintahan senantiasa bersikap harmonis-kritis, tetap mengedepankan harmoni. Namun juga bersikap kritis, karena itu merupakan ciri dari masyarakat madani menurut Muhammadiyah.

“Ini sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah bahwa kita mendukung pemerintahan yang sah, mematuhi hukum yang berlaku, sepanjang hukum itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan penyelenggaraan negara juga tidak bertentangan dengan Pancasila & UUD 1945,” paparnya.

Baca Juga:  Kuliah di UMBandung Bukan Sekadar Mengejar Gelar

Mu’ti berpesan kepada seluruh warga persyarikatan untuk senantiasa menyampaikan kebaikan dengan makruf disertai dengan perkataan yang lembut tapi tegas, bernas, bermakna dalam, mulia, benar, dan bisa dipahami sebaik-baiknya oleh orang lain.

Tidak hanya itu, dalam melihat persoalan, diperlukan juga sikap objektif, independen, dan tidak mudah dipengaruhi hal-hal yang tidak diketahui sumbernya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

“Kita harus senantiasa agar bagaimana bisa mengajak semuanya untuk berbuat baik sesuai dengan prinsip mengajak kepada kebaikan di samping juga mengingatkan bahwa kalau segala persoalan ini tidak kita atasi, maka kita akan punya masalah yang sangat besar, yakni bangsa ini menjadi bangsa yang tinggal sejarah,” tutupnya.