KABARINDAH.COM, Sukabumi–Aspek hukum seperti Yuridis, Historis, Sosiologis dan Politis menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan sebauh regulasi sebut saja Peraturan Daerah (Perda). Hal itu disampaikan Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Sukabumi, Abdul Kohar.
” Saya sadari betul sangat kurang memahami aspek Yuridis dan Historis, tapi untuk Sosiologis dan Politis Insya Allah ada sedikit bekal untuk berkontribusi di Bapemperda,” ujar Anggota Bapemperda DPRD Kota Sukabumi, Abdul Kohar, Kamis (17/4/2025). Pasalnya, ia mempunyai pengalaman selama 20 tahun mengajar Ilmu Sosiologi di SMA dan 18 tahun aktif di partai politik PKS.
Sehingga kata Abdul Kohar, dari pengalaman itu Alhamdulillah sangat berasa manfaatnya dalam melaksanakan kerja-kerja di AKD Bapemperda dan Komisi III DPRD Kota Sukabumi. Misalnya terkait program Wakaf Uang Tunai di Kota Sukabumi.
Abdul Kohar menerangkan, regulasi wakaf secara yuridis sangat kuat dan tidak alasan untuk ditolak seperti UU No 41 tahun 2004, PP No 42 tahun 2006, PP No 25 tahun 2018 tentang Perubahan PP No 42. Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri No 4 tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang dan Peraturan BWI No 1 tahun 2020.
Kemudian lanjut Abdul Kohar, secara Historis masyarakat Kota Sukabumi sudah sejak lama terbiasa merealisasikan Wakaf. Bahkan Masjid Agung Kota Sukabumi saja dibangun di atas tanah Wakaf.
” Menarik dan timbul masalah ketika program Wakaf dikelola oleh penyelenggara pemerintah. Padahal pemerintah pun memiliki lembaga wakaf dan pada saat bersamaan yang ditunjuk menjadi pengelola adalah lembaga swasta atau Yayasan,” ungkap Abdul Kohar. Di mana wali kota tercatat sebagai pendiri,sehingga wajar kalau memunculkan banyak pertanyaan publik.
Berangkat dari situ sambung Abdul Kohar, mari analisa dari berbagai prespektif di antaranya dari prespektif sosiologis dan politis. ” Berbicara sosiologis adalah berbicara fakta dan realitas sosial pasca dijalankannya program wakaf uang oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sukabumi Ayep Zaki dan Bobby Maulana.
” Kita semua melihat ada kegaduhan sosial dan polemik di masyarakat, pertanyaan, kritikan dan bahkan mobilitas sosial sebut saja demo mahasiswa marak di mana-mana,” cetus Abdul Kohar. Energi dan pikiran masyarakat terkuras terlebih dilingkungan birokrasi bukan karena nilai nominal yang diwakafkan menjadi beban mereka.
Tetapi kata Abdul Kohar, merasakan adanya tekanan psikologis dari pimpinan mereka ditambah belum adanya regulasi yang jelas. Hal ini membuat sebagian besar orang ragu dan bertanya-tanya misal mengapa harus Yayasan Doa Bangsa sebuah yayasan swasta yang notabene milik wali kota, mengapa tidak Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang digunakan.
Mengapa tutur Abdul Kohar, pemda terlalu jauh mengambil alih tidakah lebih arif kalau yang dikuatkan Kemenag bukankah Kota Wakaf merupakan program Kemenag. ” Mengapa Nadzirnya dari Doa Bangsa tidak dari BWI, terus apakah kalau sudah terkumpul di Doa Bangsa dan pak Ayep Zaki tidak berkuasa lagi masih bisa diklaim sebagi aset pemda terus bagaimana mekanisme pengambilan, pengelolaan dan pemanfaatannya?,” ungkapnya.
Demikian kata Abdul Kohar, potret sebagian realitas sosial yang muncul pasca program ini dijalankan. Namun semua pada kesimpulan sepakat wakaf uang tunai dan semua mempersoalkan teknis hingga perlunya ada regulasi yang jelas mengatur itu semua.
” Dari Aspek politik, ketika yang digunakan lembaga swasta milik penguasa jelas muatan politis sangat kental, rentan dan riskan, karena intervensi dan kepentingan politis ketika dijalankan oleh politisi pemangku kekuasaan,” imbuh Abdul Kohar. Kebijakan akan sulit dihindari dan akan membuat masyarakat gaduh selamanya.
Mengantisipasi hal itu lanjut Abdul Kohar, untuk kemaslahatan semuanya terlebih Wali Kota sebagai penyelenggara pemerintahan dan DPRD sebagai unsur pemerintahan yang mewakili masyarakat merekomendasikan untuk dihentikan hingga regulasi dan semuanya jelas. Sehingga memberikan kepastian hukum bagi semuanya dan insya Allah bisa menentramkan semua pihak juga program ini bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya.